Selasa, 07 Januari 2020

PEMUTUSAN HUBUNGAN KERJA

BAB I
PENDAHULUAN

1.1  Latar belakang

Pemutusan Hubungan Kerja merupakan suatu hal yang pada beberapa tahun yang lalu merupakan suatu kegiatan yang sangat ditakuti oleh karyawan yang masih aktif bekerja. Hal ini dikarenakan kondisi kehidupan politik yang goyah, kemudian disusul dengan carut marutnya kondisi perekonomian yang berdampak pada banyak industri yang harus gulung tikar, dan tentu saja berdampak pada pemutusan hubungan kerja yang dilakukan dengan sangat tidak terencana. Kondisi inilah yang menyebabkan orang yang bekerja pada waktu itu selalu dibayangi kekhawatiran dan kecemasan, kapan giliran dirinya diberhentikan dari pekerjaan yang menjadi penopang hidup keluarganya.
Dalam kondisi normal, pemutusan hubungan kerja akan menghasilkan sesuatu keadaan yang sangat membahagiakan. Setelah menjalankan tugas dan melakukan peran sesuai dengan tuntutan perusahaan, dan pengabdian kepada organisasi maka tiba saatnya seseorang untuk memperoleh penghargaan yang tinggi atas jerih payah dan usahanya tersebut. PHK sebagai manifestasi pensiun yang dilaksanakan pada kondisi tidak normal nampaknya masih merupakan ancaman yang mencemaskan karyawan. Dunia industri negara maju yang masih saja mencari upah buruh yang murah, senantiasa berusaha menempatkan investasinya di negara-negara yang lebih menjanjikan keuntungan yang besar, walaupun harus menutup dan merelokasi atau memindahkan pabriknya ke Negara lain.
Keadaan ini tentu saja berdampak PHK pada karyawan di negara yang ditinggalkan. Efisiensi yang diberlakukan oleh perusahaan pada dewasa ini, merupakan jawaban atas penambahan posisi-posisi yang tidak perlu di masa lalu, sehingga dilihat secara struktur organisasi, maka terjadi penggelembungan yang sangat besar. Ketika tuntutan efisiensi harus dipenuhi, maka restrukturisasi merupakan jawabannya. Di sini tentu saja terjadi pemangkasan posisi besar-besaran, sehingga PHK masih belum dapat dihindarkan. Ketika perekonomian dunia masih belum adil, dan program efisiensi yang dilakukan oleh para manajer terus digulirkan, maka PHK masih merupakan fenomena yang sangat mencemaskan, dan harus diantisipasi dengan penyediaan lapangan kerja dan pelatihan ketrampilan yang sesuai dengan kebutuhan masyarakat (mantan karyawan).

            1.2  Rumusan Masalah
1.      Pengertian Pemutusan Hubungan Kerja ?
2.      Arti dan Sebab-sebab PHK ?
3.      Jenis-jenis Pemutusan Hubungan Kerja?
4.      Prosedur Pemberhentian Hubungan Kerja?
5.      Hak-hak Karyawan setelah PHK ?

1.3  Tujuan
1        Mengetahui Pengertian Pemutusan Hubungan Kerja
2        Arti dan Sebab-sebab PHK
3        Jenis-jenis Pemutusan Hubungan Kerja
4        Prosedur Pemberhentian Hubungan Kerja
5        Hak-hak Karyawan setelah PHK

BAB II
PEMBAHASAN

2.1  Pengertian Pemutusan Hubungan Kerja

Bagi masyarakat awam, PHK merupakan suatu tindakan pemecatan karyawan dari suatu perusahaan, sehingga dengan pemahaman itu mengakibatkan penilaiain negatif terhadap perusahaan yang melakukan PHK tersebut.Pada materi pisikologi industri kali ini akan dibahas mengenai pemutusan hubungan kerja (PHK) yang bertujuan untuk memberikan pemahaman kepada masyarakat mengenai apa dan dan seperti apa sebenarnya PHK itu ?
Istilah pemutusan hubungan kerja (PHK) (sparation) memiliki kesamaan dengan pemberhentian atau pemisahan karyawan dari suatu organisasi. Para ahli pun memberikan pandangan tersendiri terkait PHK. Menurut Tulus (1993), pemutusan hubungan kerja (separation) adalah mengembalikan karyawan ke masyarakat. Sedagkan menurut Hasibuan (2001) pemberhentian adalah pemutusan hubungan kerja seseorang karyawan dengan suatu organisasi (perusahaan). Dari beberapa pegertian di atas dapat diambil kesimpulan bahwa pemutusan hubungan kerja (PHK) merupakan pemberhentian karyawan dari suatu perusahaan sehingga antara karyawan dan perusahaan(organisasi) tidak ada hubungan lagi.

2.2 Arti dan Sebab-sebab PHK
Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) adalah pengakhiran hubungan kerja karena suatu hal tertentu yang mengakibatkan berakhirnya hak dan kewajiban antara pekerja dan perusahaan/majikan. Hal ini dapat terjadi karena pengunduran diri, pemberhentian oleh perusahaan atau habis kontrak.
Penyebab hubungan kerja dapat berakhir
Menurut pasal 61 Undang – Undang No. 13 tahun 2003 mengenai tenaga kerja, perjanjian kerja dapat berakhir apabila :
1.      pekerja meninggal dunia
2.      jangka waktu kontak kerja telah berakhir
3.      adanya putusan pengadilan atau penetapan lembaga penyelesaian perselisihan hubungan industrial yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap
4.     adanya keadaan atau kejadian tertentu yang dicantumkan dalam perjanjian kerja, peraturan perusahaan, atau perjanjian kerja bersama yang dapat menyebabkan berakhirnya hubungan kerja.
Jadi, pihak yang mengakhiri perjanjian kerja sebelum jangka waktu yang ditentukan, wajib membayar ganti rugi kepada pihak lainnya sebesar upah pekerja/buruh sampai batas waktu berakhirnya jangka waktu perjanjian kerja.

2.3 Jenis-jenis Pemutusan Hubungan Kerja
Dalam literatur hukum ketenagakerjaan dikenal ada beberapa jenis PHK, yaitu :
A.    PHK Demi Hukum
PHK demi hukum berarti hubungan kerja tersebut harus putus dengan sendirinya dan ditujukan kepada pekerja atau buruh, pengusaha tidak perlu mendapatkan penetapan PHK dari lembaga yang berwenang. PHK demi hukum dapat terjadi dalam hal sebagaimana yang diatur dalam UU No. 13 tahun 2003 pasal 154, yaitu :
1.      pekerja atau buruh masih dalam masa percobaan kerja
2.   pekerja atau buruh mencapai usia pensiun sesuai dalam ketetapan PK, PP, PKB atau peraturan perundang-undangan
3.      pekerja atau buruh meninggal dunia 
B.     PHK oleh Pengadilan
PHK oleh pengadilan ialah pemutusan hubungan kerja oleh pengadilan perdata atas permintaan yang bersangkutan (majikan atau buruh) berdasarkan alasan penting. Alasan penting adalah disamping alasan mendesak juga dapat dikarenakan perubahan keadaan pribadi atau kekayaan pemohon atau perubahan keadaan dimana pekerjaan yang dilakukan sedemikian rupa sifatnya, sehingga adalah layak untuk memutuskan hubungan kerja.

C.    PHK Atas Kehendak Pekerja atau Buruh
Pekerja atau buruh sebagai manusia berhak memutuskan hubungan kerja dengan cara mengundurkan diri atas kemauan sendiri. Hak untuk mengundurkan diri melekat pada setiap pekerja atau buruh karena seorang pekerja atau buruh tidak boleh dipaksa untuk tetap bekerja jika ia tidak menghendakinya. Kehendak untuk mengundurkan diri dilakukan tanpa penetapan oleh lembaga PPHI.
Pekerja atau buruh yang mengundurkan diri harus memenuhi persyaratan, yaitu:
1.         mengajukan permohonan pengunduran diri secara tertulis selambat-lambatnya 30 hari sebelum tanggal pengunduran diri
2.         tidak terikat dalam ikatan dinas
3.         tetap melaksanakan kewajiban sampai tanggal mulai pengunduran diri dilakukan
4.   Pekerja atau buruh dapat pula mengajukan permohonan PHK ke LPPHI apabila pengusaha melakukan perbuatan seperti :
5.        menganiaya, menghina secara kasar atau mengancam pekerja
6.     membujuk dan/atau menyuruh pekerja untuk melakukan perbuatan yang bertentangan dengan peraturan perundang-undangan
7.         tidak membayar upah tepat pada waktu yang telah ditentukan selama 3 bulan berturut-turut atau lebih
8.         tidak melakukan kewajiban yang telah dijanjikan kepada pekerja
9.         memerintahkan pekerja untuk melaksanakan pekerjaan di luar yang diperjanjikan
10. memberikan pekerjaan yang membahayakan jiwa, keselamatan, kesehatan, dan kesusilaan pekerja/buruh sedangkan pekerjaan tersebut tidak dicantumkan pada perjanjian kerja.

D.    PHK atas Kehendak Pengusaha
Pengusaha dapat memutuskan hubungan kerja karena pekerja atau buruh melakukan kesalahan berat dan dinyatakan bersalah oleh pengadilan yang telah mempunyai kekuatan hukum yang tetap. Yang termasuk kesalahan berat ialah:
1. melakukan penipuan, pencurian, atau penggelapan barang dan/atau uang milik perusahaan
2.      memberikan keterangan palsu atau yang dipalsukan sehingga merugikan perusahaan
3.      mabuk, meminum minuman keras yang memabukkan, memakai dan/atau mengedarkan narkotika, psikotropika, dan zat adiktif lainnya di lingkungan kerja
4.      melakukan perbuatan asusila atau perjudian di lingkungan kerja
5. menyerang, menganiaya, mengancam, atau mengintimidasi teman sekerja atau pengusaha di lingkungan kerja
6.   membujuk teman sekerja atau pengusaha untuk melakukan perbuatan yang bertentangan dengan peraturan perundang-undangan
7.      dengan ceroboh atau sengaja merusak atau membiarkan dalam keadaan bahaya barang milik perusahaan yang menimbulkan kerugian bagi perusahaan
8.     dengan ceroboh atau sengaja membiarkan teman sekerja atau pengusaha dalam keadaan bahaya di tempat kerja
9.  membongkar atau membocorkan rahasia perusahaan yang seharusnya dirahasiakan kecuali untuk kepentingan Negara
10.  melakukan perbuatan lainnya di lingkungan perusahaan yang diancam pidana penjara 5 (lima) tahun atau lebih.
Pengusaha dapat pula melakukan PHK terhadap pekerja atau buruh apabila terjadi perubahan status, penggabungan, peleburan atau perubahan kepemilikan dan pekerja atau buruh tidak bersedia melanjutkan hubungan kerja. Selain itu, PHK juga dapat di lakukan oleh pengusaha apabila perusahaan tutup yang disebabkan karena perusahaan mengalami kerugian atau pailit serta perusahaan tidak dapat melakukan proses produksi lagi.

2.4 Prosedur Pemberhentian Hubungan Kerja
Pekerja harus diberi kesempatan untuk membela diri sebelum hubungan kerjanya diputus. Pengusaha harus melakukan segala upaya untuk menghindari memutuskan hubungan kerja.
Pengusaha dan pekerja beserta serikat pekerja menegosiasikan pemutusan hubungan kerja tersebut dan mengusahakan agar tidak terjadi pemutusan hubungan kerja.
Jika perundingan benar-benar tidak menghasilkan kesepakatan, pengusaha hanya dapat memutuskan hubungan kerja dengan pekerja setelah memperoleh penetapan dari lembaga penyelesaian perselisihan hubungan industrial. Penetapan ini tidak diperlukan jika pekerja yang sedang dalam masa percobaan bilamana telah dipersyaratkan secara tertulis, pekerja meminta untuk mengundurkan diri tanpa ada indikasi adanya tekanan atau intimidasi dari pengusaha, berakhirnya hubungan kerja sesuai dengan perjanjian kerja dengan waktu tertentu yang pertama, pekerja mencapai usia pensiun, dan jika pekerja meninggal dunia.
Pengusaha harus mempekerjakan kembali atau memberi kompensasi kepada pekerja yang alasan pemutusan hubungan kerjanya ternyata ditemukan tidak adil. Jika pengusaha ingin mengurangi jumlah pekerja oleh karena perubahan dalam operasi, pengusaha pertama harus berusaha merundingkannya dengan pekerja atau serikat pekerja. Jika perundingan tidak menghasilkan kesepakatan, maka baik pengusaha maupun serikat pekerja dapat mengajukan perselisihan tersebut kepada lembaga penyelesaian perselisihan hubungan industrial.

2.5 Hak-hak Karyawan setelah PHK
Menurut Undang-Undang No 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan, Pasal 156 ayat (1) terdapat tiga jenis pesangon yang harusnya diterima karyawan yang di PHK. Anda dapat mendownload UU Ketenagakerjaan di sini. Berikut ini petikan dari pasal 156 UU Ketenagakerjaan:

 Hak Karyawan 1:
Uang Pesangon Perusahaan yang melakukan pemutusan hubungan kerja harus membayarkan uang pesangon seperti yang terdapat di dalam UU Ketenagakerjaan pasal 156 ayat 2, dengan aturan sebagai berikut:


Hak Karyawan 2:  
Uang Penghargaan Masa Kerja Perusahaan yang melakukan pemutusan hubungan kerja harus membayarkan uang penghargaan masa kerja seperti yang terdapat di dalam UU Ketenagakerjaan pasal 156 ayat 3, dengan aturan sebagai berikut: 

Hak Karyawan 3: 
Uang pengganti hak yang seharus diterima. Selain kedua hak tersebut, menurut UU Ketenagakerjaan pasal 156 ayat 3 terdapat juga uang pengganti hak yang seharusnya diterima, seperti: 
  • Cuti tahunan yang belum diambil dan belum gugur;
  • Biaya atau ongkos pulang untuk pekerja/buruh dan keluarganya ke tempat di mana pekerja/buruh diterima bekerja;
  • Penggantian perumahan serta pengobatan dan perawatan ditetapkan 15% (lima belas perseratus) dari uang pesangon dan/atau uang penghargaan masa kerja bagi yang memenuhi syarat;
  • Hal-hal lain yang ditetapkan dalam perjanjian kerja, peraturan perusahaan atau perjanjian kerja bersama. 


BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan

 PHK merupakan peristiwa yang tidak diharapkan terjadi, baik oleh kalangan pekerja atau buruh , pengusaha maupun pemerintah. Bagi buruh tentu akan berdampak pada pemasukan ekonomi keluarganya sedangkan bagi pengusaha PHK berarti kehilangan pekerja atau buruh yang telah dididk dan memahami tentang prosedur kerja di perusahaannya.
 Dalam PHK terhadap pekerja atau buruh tetap, pengusaha diwajibkan membayar uang pesangon, dan atau uang penghargaan masa kerja, dan uang penggantian hak yang seharusnya diterima pekerja.



Referensi : 
https://saiyanadia.wordpress.com/2010/11/20/pemutusan-hubungan-kerja-phk/
https://brankaseverest.wordpress.com/artikel/pemutusan-hubungan-kerja/
https://gajimu.com/pekerjaan-yanglayak/kontrak-kerja/pemutusan-hubungan-kerja
https://betterwork.org/in-labourguide/?page_id=2330
https://www.finansialku.com/apa-saja-hak-karyawan-yang-di-phk-menurut-uu-ketenagakerjaan/

Tidak ada komentar:

Posting Komentar