Selasa, 07 Januari 2020

KEPUASAN KERJA

BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang
Dalam era globalisasi ini, setiap perusahaan berusaha meningkatkan serta mengembangkan perusahaan dengan mengadakan berbagai cara yang tersusun dalam program untuk meningkat kinerja para karyawan. Banyak faktor yang terkait dalam perbaikan kinerja perusahaan. Perusahaan kurang menerapkan sistem promosi jabatan dengan benar. Promosi jabatan merupakan salah satu faktor yang perlu dipertimbangkan untuk dapat meningkatkan prestasi kerja karyawan sehingga karyawan bisa bekerja mencapai target perusahaan, yang akhirnya akan memampukan perusahaan mampu bersaing dengan perusahaan lainnya.
Bagi setiap perusahaan, karyawan bagian produksi merupakan sumber daya yang tidak kalah pentingnya dengan sumber daya perusahaan yang lainnya. Bahkan, karyawan bagian produksi memegang kendali dalam proses produksi. Dengan kata lain, lancar atau tidaknya sebuah proses produksi akan sangat tergantung pada karyawan pelaksana produksi tersebut.

1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian di atas, maka rumusan masalah dalam penulisan makalah ini adalah :
1. Pengertian Kepuasan Kerja ?
2. Aspek-Aspek Kepuasan Kerja ?
3. Faktor-faktor Penentu Kepuasan Kerja?
4. Konsekuensi Kepuasan Kerja?
5. Cara Mengukur Kepuasan Kerja ?
6. Hubungan antara Kepuasan Kerja dengan Semangat Kerja (Morale) ?
7. Semangat Kerja ?
8. Tingkat Stress ?
9. Program, Fungsi dan Tipe Konseling ?

1.3  Tujuan Penulisan
Pembuatan makalah ini bertujuan untuk memenuhi tugas mata kuliah Perilaku Organisasi, serta untuk :
1 Mengetahui Pengertian Kepuasan Kerja 
2 Mengetahui Aspek-Aspek Kepuasan Kerja 
3 Mengetahui Faktor-faktor Penentu Kepuasan Kerja
4 Mengetahui Konsekuensi Kepuasan Kerja
5 Mengetahui Cara Mengukur Kepuasan Kerja 
6 Mengetahui Hubungan antara Kepuasan Kerja dengan Semangat Kerja (Morale) 
7 Mengetahui Semangat Kerja 
8 Mengetahui Tingkat Stress 
9 Mengetahui Program, Fungsi dan Tipe Konseling 


BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Pengertian Kepuasan Kerja
Kepuasan kerja merupakan salah satu faktor penting yang mempengaruhi kepuasan hidup, karena sebagian besar waktu manusia dihabiskan di tempat kerja. Berikut ini beberapa pengertian kepuasan kerja yang diambil dari beberapa sumber:
1. Kondisi menyenangkan atau secara emosional positif yang berasal dari penilaian seseorang atas pekerjaannya atau pengalaman kerjanya (Setiawan dan Ghozali, 2006:159).
2. Suatu perasaan positif tentang pekerjaan seseorang yang merupakan hasil dari sebuah evaluasi karakteristiknya (Robbins & Judge, 2008:107).
3. Keadaan emosional yang menyenangkan atau tidak menyenangkan dengan mana para karyawan memandang pekerjaan mereka. Kepuasan kerja mencerminkan perasaan seseorang terhadap pekerjaannya (Handoko, 2001:193).
4. Hasil dari persepsi karyawan mengenai seberapa baik pekerjaan mereka memberikan hal yang dinilai penting (Luthans, 2006:243).

2.2 Aspek-Aspek Kepuasan Kerja
Aspek-aspek yang menentukan kepuasan kerja menurut Robbins (2001)
1) Kerja yang secara mental menantang Karyawan cenderung lebih menyukai pekerjaan – pekerjaan yang memberi mereka kesempatan untuk menggunakan keterampilan dan kemampuan mereka dan menawarkan beragam tugas, kebebasan, dan umpan balik mengenai betapa baik mereka bekerja
2) Ganjaran yang pantas Para karyawan yang menginginkan sistem upah dan kebijakan promosi yang mereka persepsikan sebagai adil, tidak meragukan, dan segaris dengan pengharapan mereka. Bila upah dilihat sebagai adil yang didasarkan pada tuntutan pekerjaan, tingkat keterampilan individu, dan standar pengupahan komunitas, kemungkinan besar akan dihasilkan kepuasan. Promosi memberikan kesempatan untuk pertumbuhan pribadi, tanggung jawab yang lebih banyak, dan status sosial yang meningkat. Oleh karena itu individu yang mempersepsikan bahwa keputusan promosi dibuat dengan cara yang adil kemungkinan besar akan merasakan kepuasan dengan pekerjaan mereka.
3) Rekan sekerja yang mendukung. Bagi kebanyakan karyawan, kerja juga mengisi kebutuhan akan interaksi sosial. Oleh karena itu tidaklah mengejutkan bila mempunyai rekan sekerja yang ramah dan mendukung menghantar ke kepuasan kerja yang meningkat. Umumnya studi mendapatkan bahwa kepuasan karyawan meningkat bila penyelia langsung bersifat ramah dan dapat memahami, memberikan pujian untuk kinerja yang baik, mendengarkan pendapat karyawan, dan menunjukkan suatu minat pribadi pada mereka.
4) Kondisi kerja yng mendukung Karyawan peduli akan lingkungan kerja baik untuk kenyamanan pribadi maupun untuk memudahkan mengerjakan tugas yang baik. Studi-studi memperagakan bahwa karyawan lebih menyukai keadaan fisik sekitar yang tidak berbahaya atau merepotkan. Di samping itu, kebanyakan karyawan lebih menyukai bekerja dekat dengan rumah, dengan fasilitas yang bersih dan relatif modern, dan dengan alat-alat dan peralatan yang memadai.
5) Kesesuaian antara kepribadian pekerjaan 
Teori kesesuaian antara kepribadian pekerjaan yang dikemukakan Holland menyimpulkan bahwa kecocokan yang tinggi antara kepribadian seorang karyawan dan pekerjaan akan menghasilkan individu yang lebih terpuaskan. Orang-orang yang tipe kepribadiannya sama dengan pekerjaannya memiliki kemampuan untuk memenuhi tuntutan dari pekerjaannya, sehingga mereka juga mempunyai probabilitas yang lebih besar untuk mencapai kepuasan yang tinggi.

2.3 Faktor-faktor Penentu Kepuasan Kerja

Faktor-faktor yang mempengaruhi kepuasan kerja seseorang tidak hanya gaji,tetapi terkait dengan pekerjaan itu sendiri, dengan faktor lain seperti hubungan dengan atasan, rekan sekerja, lingkungan kerja, dan aturan-aturan.
Berdasarkan ini menurut Hariandja (2002) mengklasifikasikan faktor-faktor yang mempengaruhi kepuasan kerja yang berkaitan dengan beberapa aspek, yaitu :
1. Gaji, yaitu jumlah bayaran yang diterima seseorang sebagai akibat dari pelaksanaan kerja apakah sesuia dengan kebutuhan dan dirasakan adil.
2. Pekerjaan itu sendiri, yaitu isi pekerjaan yang dilakukan seseorang apakah memiliki elemen yang memuaskan.
3. Rekan sekerja, yaitu teman-teman kepada siapa seseorang senantiasa berinteraksi dalam pelaksanaan pekerjaan. Seseorang dapat merasakan rekan sekerjanya sangat menyenangkan atau tidak menyenangkan.
4. Atasan, yaitu seseorang yang senantiasa memberi perintah atau petunjuk dalam pelaksanaan kerja. Cara-cara atasan dapat tidak menyenangkan bagi seseorang atau menyenangkan dan hal ini dapat mempengaruhi kepuasan kerja.
5. Promosi, yaitu kemungkinan seseorang dapat berkembang melalui kenaikan jabatan. Seseorang dapat merasakan adanya kemungkinan yang besar untuk naik jabatan atau tidak, proses kenaikan jabatan kurang terbuka atau terbuka. Ini juga dapat mempengaruhi tingkat kepuasan kerja seseorang.
6. Lingkungan kerja, yaitu lingkungan fisik atau psikologis

2.4 Konsekuensi Kepuasan Kerja
Seperti sudah dijelaskan pada bagian sebelumnya mengenai kepuasan kerja, maka beberapa konsekuensi kepuasan kerja dapat dirangkum sebagai berikut :

1. Kepuasan dan Motivasi
Suatu penelitian meta analisis yang dilakukan oleh A J Kinicki, dkk (2000) meliputi 9 hasil analisis yang melibatkan 2.237 orang pekerja mengungkapkan ada hubungan yang positif dan signifikan antara motivasi dan kepuasan kerja. Karena kepuasan dengan pengawasan berkorelasi secara signifikan dengan motivasi, para manager disarnkan untuk mempertimbangkan bagaimana perilaku mereka mempengaruhi kepuasan kerja. Para manager secara potensial meningkatkan motivasi para karyawan melalui berbagai usaha untuk meningkatkan kepuasan kerja

2. Kepusan dan Keterlibatan dalam Pekerjaan
Keterlibatan dalam pekerjaan merupakan keterlibatan individu dengan peran dalam pekerjaannya. Suatu meta analisis yang melibatkan 27.925 responden dari 87 penelitian yang berbeda menunjukkan bahwa keterlibatan dalam pekerjaan memiliki keterkaitan dengan kepuasan kerja (S, P, Brown, 1996).

3. Kepuasan dengan OCB
Kepuasan kerja dianggap sebagai faktor utama yang mempengaruhi perilaku ekstra peran (OCB). Berdasarkan meta analisis yang mencakup 6.746 orang yang terdiri dari 28 penelitian terpisah mengungkapkan adanya hubungan yang positif dan signifikan antara perilaku sebagai anggota organisasi yang baik dengan kepuasan (Organ dan Ryan, 1995).
Robbins (2007) menjelaskan bahwa adalah logis menganggap kepuasan sebagai predictor utama OCB, karena karyawan yang puas cenderung akan berbicara positif mengenai organisais, membantu individu lain, dan melewati harapan normal dalam pekerjaan mereka. Selain itu, karyawan yang puas mungkin akan memberikan peran yang lebih karena merespon pengalaman positif mereka.

4. Kepuasan kerja dengan Komitmen Organisasi
Komitmen organisasi mencerminkan bagaimana individu mengidentifikasikan dirinya dengan organisasi dan terikat dengan tujuan-tujuannya. Sebuah meta analisis dari 68 penelitian yang melibatkan 35.282 orang individu mengungkapkan adanya hubungan yang kuat antara komitmen dan kepuasan kerja (Tett dan Meyer, 1993). Para manager disarankan untuk meningkatkan kepuasan kerja dengan tujuan mendapatkan tingkat komitmen yang lebih tinggi. Selanjutnya komitmen yang tinggi dapat mempermudah terwujudnya produktivitas yang lebih tinggi (Matheu dan Zajac, 1990).

2.5 Cara Mengukur Kepuasan Kerja
Ada beberapa cara untuk mengukur kepuasan kerja, di antaranya akan dijelaskan sebagai berikut :
1.      Pengukuran kepuasan kerja dengan skala job description index.
Cara penggunaannya adalah dengan mengajukan pertanyaan-pertanyaan pada karyawan mengenai pekerjaan. Setiap pertanyaan yang diajukan harus dijawab oleh karyawan dengan jawaban ‘Ya’, ‘Tidak’, atau ‘Ragu ragu’. Dengan cara ini dapat diketahui tingkat kepuasan kerja karyawan.
2.      Pengukuran kepuasan kerja dengan Minnesota Satisfaction Questionare.
Skala ini berisi tanggapan yang mengharuskan karyawan untuk memilih salah satu dari alternatif jawaban : ‘Sangat tidak puas’, ‘Tidak puas’, ‘Netral’, ‘Puas’, dan ‘Sangat puas’ terhadap pernyataan yang diajukan. Beradsarkan jawaban-jawaban tersebut dapat diketahui tingkat kepuasan kerja karyawan.
3.      Pengukuran kepuasan kerja berdasarkan ekspresi wajah.
Pada pengukuran metode ini responden diharuskan memilih salah satu gambar wajah orang, mulai dari wajah yang sangat gembira, gembira, netral, cemberut, dan sangat cemberut. Kepuasan kerja karyawan akan dapat diketahui dengan melihat pilihan gambar yang diambil responden.

2.6 Hubungan antara Kepuasan Kerja dengan Semangat Kerja (Morale)
Faktor sumber daya manusia merupakan tujuan utama dalam Pembangunan perusahaan hal ini di karena hasil kinerja karyawan Sebagai penentu kelangsungan perusahaanK inerja karyawan merupakan faktor penting dalam menjalankan sistem perusahaan karena jika karyawan tidakmelakukan pekerjaannya perusahaan tersebut akan mengalami kegagalan.
Peningkatan kinerja dapat dilaksanakan melalui berbagai kegiatan seperti, peningkatan kepuasan kerja dan semangat kerja.
Untuk mengetahui kondisi kepuasan kerja melalui aspek ciri-ciri intrinsik pekerjaan, gaji, penyeliaan, rekan kerja dan kondisi kerja. Semangat kerja diketahui melalui dimensi semangat kerja yaitu: tingkat perilaku agresif, perasaan dalam pekerjaan; kemampuan beradaptasi dan keterlibatan ego. Sedangkan kinerja karyawan itu sendiri dapat dilihat dari: kualitas kerja, kuantitas kerja, ketepatan waktu, efektifitas, kebutuhan pengawasan dan interpersonal impor. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan kepuasan kerja dan semangat kerja dengan kinerja karyawan.

2.7 Semangat Kerja
Semangat kerja atau moral kerja itu adalah sikap kesediaan perasaan yang memungkinkan seorang karyawan untuk menghasilkan kerja yang lebih banyak dan lebih tanpa menambah keletihan, yang menyebabkan karyawan dengan antusias ikut serta dalam kegiatan-kegiatan dan usaha-usaha kelompok sekerjanya, dan membuat karyawan tidak mudah kena pengaruh dari luar, terutama dari orang-orang yang mendasarkan sasaran mereka itu atas tanggapan bahwa satu-satunya kepentingan pemimpin perusahaan itu terhadap dirinya untuk memperoleh keuntungan yang sebesar-besarnya darinya dan memberi sedikit mungkin.

2.8 Tingkat Stress
Berbagai defenisi mengenai stres telah dikemukakan oleh para ahli dengan versinya masing-masing, walaupun pada dasarnya antara satu defenisi dengan defenisi lainnya terdapat inti persamaannya. Selye (1976) mendefinisikan stres sebagai ‘the nonspesific response of the body to any demand‘, sedangkan Lazarus (1976) mendefinisikan ‘stress occurs where there are demands on the person which tax or exceed his adjustive resources’ (Golberger & Breznitz, 1982, hal. 39). 
Dari kedua defenisi diatas tampak bahwa stres lebih dianggap sebagai respon individu terhadap tuntutan yang dihadapinya. Tuntutan-tuntutan tersebut dapat dibedakan dalam dua bentuk, yaitu tuntutan internal yang timbul sebagai tuntutan fisiologis dan tuntutan eksternal yang muncul dalam bentuk fisik dan social. Hans Selye juga menambahkan bahwa tidak ada aspek tunggal dari stimulus lingkungan yang dapat mengakibatkan stres, tetapi semua itu tergabung dalam suatu susunan total yang mengancam keseimbangan (homeostatis) individu.

Lazarus dan Launier (1978) mengemukakan tahapan-tahapan proses stres sebagai berikut :
1. Stage of Alarm
Individu mengidendentifikasi suatu stimulus yang memba-hayakan. Hal ini akan meningkatkan kesiapsiagaan dan orientasinyapun terarah kepada stimulus tersebut.
2. Stage of Appraisals
Individu mulai melakukan penilaian terhadap stimulus yang mengenainya. Penilaian ini dipengaruhi oleh pengalaman-pengalaman individu tersebut.
Tahapan penilaian ini dibagi menjadi dua, yaitu :
a. Primary Cognitive Appraisal
Adalah proses mental yang berfungsi mengevaluasi suatu situasi atau stimulus dari sudut implikasinya terhadap individu, yaitu apakah menguntungkan, merugikan, atau membahayakan individu tersebut.
b. Secondary Cognitive Appraisal
Adalah evaluasi terhadap sumber daya yang dimiliki individu dan berbagai alternatif cara untuk mengatasi situasi tersebut. Proses ini dipengaruhi oleh pengalaman individu pada situasi serupa, persepsi individu terhadap kemampuan dirinya dan lingkungannya serta berbagai sumberdaya pribadi dan lingkungan.
3. Stage of Searching for a Coping Strategy
Konsep ‘coping’ diartikan sebagai usaha-usaha untuk mengelola tuntutan-tuntutan lingkungan dan tuntutan int internal serta mengelolah konflik antara berbagai tuntutan tersebut. Tingkat kekacauan yang dibangkitkan oleh satu stresor (sumber stres) akan menurun jika individu memiliki antisipasi tentang cara mengelola atau menghadapi stresor tersebut, yaitu dengan menerapkan strategi ‘coping’ yang tepat. Strategi yang akan digunakan ini dipengaruhi oleh pengalaman atau informasi yang dimiliki individu serta konteks situasi dimana stres tersebut berlangsung.
4. Stage of The Stress Response
Pada tahap ini individu mengalami kekacauan emosional yang akut, seperti sedih, cemas, marah, dan panik. Mekanisme pertahanan diri yang digunakan menjadi tidak adekuat, fungsi-fungsi kognisi menjadi kurang terorganisasikan dengan baik, dan pola-pola neuroendokrin serta sistem syaraf otonom bekerja terlalu aktif. Reaksi-reaksi seperti ini timbul akibat adanya pengaktifan yang tidak adekuat dan reaksi-reaksi untuk menghadapi stres yang berkepanjangan.

2.9 Program, Fungsi dan Tipe Konseling

1. Crisis Intervention Counseling
Intervensi konseling krisis sebagai metode yang digunakan untuk menolong dalam situasi segera, bantuan jangka pendek kepada individu yang mengalami masalah emosional, mental, fisik dan perilaku distress atau masalah dari pengalaman atau kejadian seperti:
a) Bencana alam
b) Pelecehan atau pemerkosaan seksual, perampokan:
c) Sakit secara medic
d) Gangguan/sakit mental
e) Percobaan atau bunuh diri
f) Kehilangan, cerai atau perubahan drastis dalam hubungan

2. Marriage and Family Counseling
Konseling pernikahan menciptakan dan memediasi satu lingkungan yang aman/nyaman untuk dua pribadi dalam pernikahan untuk mendiskusikan apa masalah yang dimiliki masing-masing terhadap pasangan, memecahkan perbedaan dan bekerja sama untuk saling meningkatkan pemahaman.

3. Relationship Counseling
Relationship counseling menolong dua pribadi atau lebih dalam satu keluarga, pasangan, pekerja atau majikan di dunia kerja, atau antara profesional dengan klien dalam hubungan satu upaya untuk mengenal dan mengelola lebih baik atau rekonsiliasi perbedaan atau kesulitan dan mengulang pola dari distress.

4. Guidance and Career Counseling
BK Karier membantu dan mengentaskan bagi individu yang mencari pekerjaan, memutuskan di bidang akademik dan karier.
Konselor menolong mengevaluasi kemampuan, sikap, minat dan kepribadian siswa untuk mengembangkan akademik, pekerjaan dan tujuan karier secara realistik.

5. Rehabilitation Counseling
Konseling rehabilitasi menolong individu dengan fisik, mental perkembangan yang terlambat dan gangguan otak) dan gangguan psikiatri untuk mencapai hidup yang produktif dan mandiri.

6. Mental Health Counseling
Konseling kesehatan mental member perlakuan psikopatologi dan mempromosikan kesehatan mental yang optimal dan hidup sehat. Termasuk diagnosis dan treatment; teknik psiko-edukasional, dengan tujuan pencegahan; konsultasi; dan penelitian klinis.

7. Sexual Trauma Counseling
Konseling trauma seksual ini menyediakan layanan kepada anak dan orang dewasa yang mengalami kekerasan dan pelecehan seksual dan juga keluarga melalui pendidikan masyarakat, advokasi dan pemulihan.

8. AIDS Counseling
Konseling AIDS adalah satu bang spesialisasi dari konseling yang menghadapi pencegahan dari peyakit dan pengobatan dari konseli yang di diagnosis dengan virus HIV (Human Immunodeficiency Virus) atau (Acquired Immune Deficiency Syndrome (AIDS).

9. Philosophical Counseling
Konseling Filosofi adalah konsleing menggunakan pengetahuan filososfis, analisis konseptual, dan keterampilan logik untuk menemukan makna baru sebagai cara dan ekspresi pemikiran.

10. Grief and Bereavement Counseling
Konseling kehilangan dan kematian adalah bentuk terapi khusus dengan tujuan menolong individu dengan peristiwa kematian dan hadir di situasi kehilangan individu dalam kesehatan mental.

11. Substance Abuse Counseling
Konseling penyalahgunaan zat adiktif menolong individu yang adiksi obat dan alkohol. Juga menolong anggota keluarga dan teman-teman dari adiksi yang dapat mempengaruhi kehidupan mereka.

12. Transgender Counseling
Konseling transgender menolong individu transgender menerima keunikannya, ketimbang menolak, memberontak atau malu atau bingung tentang dirinya, dan sosial menerima apa adanya. Lebih mudah pribadi transgender mengisolasi diri, kadang mengundurkan diri atau merasa ditolak.


BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan

       Kepuasan kerja itu penting dipelajari dalam kajian perilaku organisasi, karena dengan mengetahui kepuasan kerja maka akan memudahkan bagi organisasi untuk mengembangkan organisasinya tersebut. Kepuasan kerja merupakan sebentuk rasa senang terhadap apa yang telah dikerjakannya, namun kepuasan kerja bersifat subjektif. Kepuasan antara individu satu dengan individu lainnya cenderung berbeda, karena setiap individu mempunyai kriteria kepuasan tersendiri dalam mengukur tingkat kepuasan hidupnya, namun kepuasan pegaawai dalam bekerja dapat dilihat dari bagaimana kinerja pegawai tersebut namun hal tersebut tidak menjamin pegawai merasa puas karena pada hakikatnya manusia tidak mempunyai rasa puas. Kepuasan kerja (job satisfaction) mengacu pada keseluruhan sikap yang akan terjadi pada diri setiap individu secara umum terhadap pekerjaannya. Faktor-faktor yang dapat mempengaruhi kepuasan kerja di antaranya kondisi kerja/lingkungan kerja, peraturan atau budaya organisasi serta karakteristik organisasi, kompensasi yang memuaskan, efisiensi kerja dan partner kerja.


Referensi :

PEMBERIAN KOMPENSASI

BAB I
PENDAHULUAN

1.1  Latar Belakang
Kompensasi merupakan salah satu bidang menajemen sumber daya manusia yang paling sulit dan menantang karena mengandung banyak unsur dan memiliki dampak yang cukup panjang bagi tujuan strategi organisasi. Jika dikelola secara tepat, kompensasi atau balas jasa, dapat membantu organisasi dalam mencapai tujuan-tujuannya dan mendapatkan, memelihara, serta mempertahankan pekerja-pekerja  unggul dan produktif. Kompensasi yang meliputi pembayaran uang tunai secara langsung, imbalan tidak langsung dalam bentuk maslahat tambahan (benefit), pelayanan, dan insentif untuk memotivasi pekerja agar mencapai produktivitas yang lebih tinggi.
Pentingnya kompensasi sebagai salah satu indikator kepuasan dalam bekerja sulit ditaksir, karena pandangan-pandangan karyawan mengenai uang atau imbalan langsung nampaknya sangat subjektif dan barang kali merupakan sesuatu yang sangat khas dalam industri. Tetapi pada dasarnya dugaan adanya ketidakadilan dalam memberikan gaji merupakan sumber ketidakpuasan karyawan terhadap kompensasi yang pada akhirnya bisa menimbulkan perselisihan dan semangat rendah dari karyawan itu sendiri.
Tidak mudah merancang dan mengelola sebuah sistem kompensasi atau sistem imbalan yang efektif. Kompensasi dipengaruhi oleh kekuatan-kekuatan seperti faktor pasar tenaga kerja, kompetisi, kesepakatan kerja, peraturan pemerintah, dan filosofi manajemen puncak mengenai pemberian gaji atau upah dan maslahat serta berbagai faktor lain. Implementasi manajemen dan sistem kompensasi juga seringkali menjadi isu yang peka dalam sebuah organisasi, karena pada dasarnya tujuan yang hendak dicapai adalah terwujudnya imbalan yang adil dan layak bagi seluruh anggota organisasi.

1.2  Rumusan Masalah
1.      Pengertian kompensasi?
2.      Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kompensasi?
3.      Fungsi dan Tujuan Pemberian Kompensasi ?
4.      Asas Kompensasi ?
5.      Perhitungan Besarnya Upah dan Gaji ?
6.      Keadilan dan Kelayakan dalam Pemberian Kompensasi ?
7.      Tantangan yang Dihadapi Dalam Menetapkan Kompensasi ?
8.      Evaluasi Jabatan ?
9.      Pengupahan Insentif ?
10.  Kompensasi Pelengkap ?
11.  Keamanan dan Kesehatan Karyawan ?

1.3  Tujuan
1     Mengetahui Pengertian kompensasi
2     Mengetahui Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kompensasi
3     Mengetahui Fungsi dan Tujuan Pemberian Kompensasi 
4     Mengetahui Asas Kompensasi 
5     Mengetahui Perhitungan Besarnya Upah dan Gaji 
6     Mengetahui Keadilan dan Kelayakan dalam Pemberian Kompensasi 
7     Mengetahui Tantangan yang Dihadapi Dalam Menetapkan Kompensasi 
8     Mengetahui Evaluasi Jabatan 
9     Mengetahui Pengupahan Insentif ?
10 Mengetahui Kompensasi Pelengkap ?
11 Mengetahui Keamanan dan Kesehatan Karyawan ?


BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Pengertian kompensasi
Secara umum, pengertian Kompensasi berkaitan dengan imbalan-imbalan finansial (financial reward) yang diterima oleh orang-orang melalui hubungan kepegawaian mereka dengan sebuah organisasi. Pada umumnya bentuk kompensasi berupa finansial karena pengeluaran moneter yang dilakukan oleh organisasi. Kompensasi bisa langsung diberikan kepada karyawan secara langsung maupun tidak langsung. Di mana karyawan menerima kompensasi dalam bentuk-bentuk non moneter.
            Menurut Hasibuan, kompensasi adalah semua pendapatan yang berbentuk uang, barang langsung atau tidak lan
gsung yang diterima karyawan sebagai imbalan atas jasa yang diberikan kepada perusahaan. Menurut Singodimedjo, kompensasi adalah semua balas jasa yang diterima seorang karyawan dari perusahaannya sebagai akibat dari jasa atau tenaga yang telah diberikannya pada perusahaan tersebut. Kompensasi sering disebut sebagai penghargaan dan dapat di definisikan sebagai setiap bentuk penghargaan yang diberikan pada pegawai sebagai balas jasa atas kontribusi yang mereka berikan kepada organisasi.

2.2 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kompensasi
Besar kecilnya pemberian kompensasi tidak mungkin dapat ditentukan begitu saja, tanpa mengantisipasi perkembangan keadaan sekitar yang mengelilingi gerak perusahaan. Penetapan kompensasi yang hanya berdasarkan keinginan sepihak (perusahaan) saja tanpa didasarkan pada perhitungan-perhitungan yang rasional dan bisa dipertanggungjawabkan secara yuridis akan sulit diterapkan dalam jangka panjang. Karena itu, ada anggapan bahwa besar kecilnya kompensasi akan selalu dipengaruhi oleh beberapa faktor, di antaranya:
1.      Penawaran dan Permintaan Tenaga Kerja
Jika pencari kerja (penawaran) lebih banyak daripada lowongan pekerjaan (permintaan) maka kompensasi relative kecil. Sebaliknyan jika pencari kerja lebih sedikit daripada lowongan pekerjaan, maka kompensasi relatif semakin besar.
2.      Kemampuan dan Kesediaan Perusahaan
Apabila kemampuan dan kesediaan perusahaan untuk membayar semakin baik maka tingkat kompensasi akan semakin besar. Tetapi sebaliknya, jika kemampuan dan kesediaan perusahaan untuk membayar kurang maka tingkat kompensasi relatif kecil.
3.      Serikat Buruh/ Organisasi Karyawan
Apabila serikat buruhnya kuat dan berpengaruh maka tingkat kompensasi semakin besar. Sebaliknya jika serikat buruh tidak kuat dan kurang berpengaruh maka tingkat kompensasi relative kecil.
4.      Produktivitas Kerja Karyawan
Jika produktivitas kerja karyawan baik dan banyak maka kompensasi akan semakin besar. Sebaliknya kalau produktivitas kerjanya buruk serta sedikit sedkit maka kompensasinya kecil.
5.      Pemerintah dengan Undang-Undang dan Keppres
Pemerintah dengan undang-undang dan keppres menetapkan besarnya batas upah atau balas jasa minimum. Peraturan pemerintah ini sangat penting supaya pengusaha tidak sewenang-wenang menetapkan besarnya balas jasa bagi karyawan. Pemerintah berkewajiban melindungi masyarakat dari sewenang-wenang.
6.      Biaya Hidup/ Cost of Living
Apabila biaya hidup di daerah itu tinggi maka tingkat kompensasi atau upah semakin besar. Sebaliknya, jika tingkat biaya hidup di daerah itu rendah maka tingkat kompensasi atau upah relatif kecil.
7.      Posisi Jabatan Karyawan
Karyawan yang menduduki jabatan lebih tinggi akan menerima gaji atau kompensasi lebih besar. Sebaliknya karyawan yang menduduki jabatan yang lebih rendah akan memperoleh gaji atau kompensasi yang kecil. Hal ini wajar karena seseorang yang mendapat kewenangan dan tanggung jawab yang besar harus mendapatkan gaji atau kompensasi yang lebih besar pula.
8.      Pendidikan dan Pengalaman Karyawan
Jika pendidikan lebih tinggi dan pengalaman kerja lebih lama maka gaji atau balas jasanya akan semakin besar, karena kecakapan serta keterampilannya lebih baik. Sebaliknya, karyawan yang berpendidikan rendah dan pengalaman kerja yang kurang maka tingkat gaji/ kompensasinya kecil.
9.      Kondisi Perekonomian Nasional
Apabila kondisi perekonomian nasional sedang maju (boom) maka tingkat upah atau kompensasi akan semakin besar, karena akan mendekati kondisi full employment. Sebaliknya, jika kondisi perekonomian kurang maju (depresi) maka tingkat upah rendah, karena banyak penganggur (disqueshed unemployment)
10.  Jenis dan Sifat Pekerjaan
Kalau jenis dan sifat pekerjaan yang sulit dan mempunyai risiko (finansial, keselamatan) yang besar maka tingkat upah atau balas jasanya semakin besar karena membutuhkan kecakapan serta ketelitian untuk mengerjakannya. Tetapi jika jenis dan sifat pekerjaannya mudah dan risiko (finansial, kecelakaannya) kecil, tingkat upah atau balas jasanya relatif rendah.

2.3 Fungsi dan Tujuan Pemberian Kompensasi
A. Fungsi Pemberian Kompensasi
Pemberian kompensasi mempunyai fungsi dan tujuan. Menurut pendapat Susilo Martoyo (1990:100), fungsi-fungsi pemberian kompensasi adalah:
1.      Pengalokasian Sumber Daya Manusia Secara Efisien.
Fungsi ini menunjukkan bahwa pemberian kompensasi yang cukup baik pada karyawan yang berprestasi baik, akan mendorong para karyawan untuk bekerja dengan lebih baik dan ke arah pekerjaan-pekerjaan yang lebih produktif. Dengan kata lain, ada kecenderungan para karyawan dapat bergeser atau berpindah dari yang kompensasinya rendah ke tempat kerja yang kompensasinya tinggi dengan cara menunjukkan prestasi kerja yang lebih baik.
2.      Penggunaan Sumber Daya Manusia Secara Lebih Efisien dan Efektif.
Dengan pemberian kompensasi yang tinggi kepada seorang karyawan mengandung implikasi bahwa organisasi akan menggunakan tenaga karyawan termaksud dengan seefisien dan seefektif mungkin. Sebab dengan cara demikian, organisasi yang bersangkutan akan memperoleh manfaat dan/ atau keuntungan semaksimal mungkin. Di sinilah produktivitas karyawan sangat menentukan.
3.      Mendorong Stabilitas dan Pertumbuhan Ekonomi.
Sebagai akibat alokasi dan penggunaan sumber daya manusia dalam organisasi yang bersangkutan secara efisien dan efektif tersebut, maka dapat diharapkan bahwa sistem pemberian kompensasi tersebut secara langsung dapat membantu stabilitas organisasi, dan secara tidak langsung ikut andil dalam mendorong stabilitas dan pertumbuhan ekonomi negara secara keseluruhan.

B. Tujuan Pemberian Kompensasi
Selain beberapa fungsi di atas, jelas kompensasi mempunyai tujuan-tujuan positif. Pendapat para pakar tentang tujuan pemberian kompensasi berbagai macam, namun pada prinsipnya sama. Adapun tujuan kompensasi menurut H. Malayu S.P. Hasibuan (2002:120) adalah sebagai berikut:
1. Ikatan Kerja Sama
Dengan pemberian kompensasi terjadilah ikatan kerja sama formal antara majikan dengan karyawan. Karyawan harus mengerjakan tugas-tugasnya dengan baik, sedangkan pengusaha/majikan wajib membayar kompensasi sesuai dengan perjanjian yang disepakati.
2. Kepuasan Kerja
Dengan balas jasa, karyawan akan dapat memenuhi kebutuhan-kebutuhan fisik, status sosial dan egoistiknya sehingga memperoleh kepuasan kerja dari jabatannya.
3. Pengadaan Efektif
Jika program kompensasi ditetapkan cukup besar, pengadaan karyawan yang qualified untuk perusahaan akan lebih mudah.
4. Motivasi
Jika balas jasa yang diberikan cukup besar, manajer akan mudah memotivasi bawahannya.
5. Stabilitas Karyawan
Dengan program kompensasi atas prinsip adil dan layak serta eksternal konsistensi yang kompetitif, maka stabilitas karyawan lebih terjamin karena turn-over relatif kecil.
6. Disiplin
Dengan pemberian balas jasa yang cukup besar, maka disiplin karyawan semakin baik. Mereka akan menyadari dan mentaati peraturan-peraturan yang berlaku.
7. Pengaruh Serikat Buruh
Dengan program kompensasi yang baik, pengaruh serikat buruh dapat dihindarkan dan karyawan akan berkonsentrasi pada pekerjaannya.
8. Pengaruh Pemerintah
Jika program kompensasi sesuai dengan undang-undang perburuhan yang berlaku (seperti batas upah minimum), maka intervensi pemerintah dapat dihindarkan.

2.4 Asas Kompensasi
Menurut Malayu S.P. Hasibuan (2000 : 122), program kompensasi (balas jasa) harus ditetapkan atas asas adil dan layak serta dengan memperhatikan undang-undang perburuhan yang berlaku. Prinsip adil dan layak harus mendapat perhatian dengan sebik-baiknya supaya balas jasa yang akan diberikan merangsang gairah dan kepuasan kerja karyawan.
1.      Asas Adil
Besarnya kompensasi yang dibayar kepada setiap karyawan harus disesuaikan dengan prestasi kerja, jenis pekerjaan, risiko pekerjaan, tanggungjawab, jabatan pekerja, dan memenuhi persyaratan internal konsistensi.
Jadi adil dalam hal ini bukan berarti setiap karyawan menerima kompensasi yang sama besarnya. Asas adil harus menjadi dasar penilaian, perlakuan dan pemberian hadiah atau hukuman bagi setiap karyawan. Dengan asas adil akan  tercipta suasana kerja sama yang baik, semangat kerja, disiplin, loyalitas, dan stabilitas karyawan akan lebih baik.
2.      Asas Layak dan Wajar
Kompensasi yang diterima karyawan dapat memenuhi kebutuhannya pada tingkat normatif yang ideal. Tolak ukur layak adalah relatif, penetapan besarnya kompensasi didasarkan atas batas upah minimal pemerintah dan eksternal konsistensi yang berlaku.
Manajer personalia diharuskan selalu memantau dan menyesuaikan kompensasi dengan eksternal konsistensi yang sedang berlaku. Hal ini penting supaya semangat kerja dan karyawan yang qualified tidak terhenti, tuntutan serikat buruh dikurangi dan lain-lainnya.

2.5 Perhitungan Besarnya Upah dan Gaji
Definisi Gaji menurut Hasibuan (1999:133) adalah: :Balas jasa yang dibayar secara periodik kepada karyawan yang tetap serta mempunyai jaminan yang pasti”. Simamora (2004:445) dalam bukunya menjelaskan bahwa:
“Upah (wages) biasanya berhubungan dengan tarif gaji per-jam (semakin lama jam kerjanya, semakin besar bayarannya). Upah merupakan basis bayaran yang kerap digunakan bagi pekerja-pekerja produksi dan pemeliharaan (pekerja kerah biru). Sedangkan gaji (salary) umumnya berlaku untuk tarif bayaran mingguan, bulanan, dan tahunan (terlepas dari lamanya jam kerja).”
Pendapat serupa juga diungkapkan oleh Gitosudarmo (1995:299) yang menyatakan pengertian gaji adalah: “Imbalan yang diberikan oleh pemberi kerja kepada karyawan, yang penerimaannya bersifat rutin dan tetap setiap bulan walaupun tidak masuk kerja maka gaji akan tetap diterima secara penuh”. Selanjutnya Gitosudarmo (1995:230) menyatakan bahwa untuk merancang imbalan finansial khususnya gaji dapat mempertimbangkan faktor-faktor seperti:
a).  Keadilan
Penggajian yang dirancang perlu mempertimbangkan azas keadilan. Konsep keadilan dalam hal ini berkaitan dengan input-income, input atau masukan antara lain meliputi pengalaman/masa kerja, senioritas , jejang pendidikan, keahlian, beban tugas, prestasi dan lain sebagainya., sedangkan income/hasil adalah imbalan yang diperoleh pekerja
b).  Kemampuan Organisasi
Organisasi jangan memaksakan diri untuk memberikan gaji di luar kemempuannya, karena hal itu dapat membahayakan organisasi, yang pada gilirannya juga akan merugikan pekerja itu sendiri.
c).  Mengaitkan dengan prestasi
Untuk bidang tertentu dalam organisasi dimana prestasinya dapat diukur dengan mengaitkan secara langsung antara gaji dengan prestasi masing-masing pekerja.
d).  Peraturan Pemerintah
Penggajian harus memperhatikan peraturan pemerintah, seperti misalnya ketentuan tentang Upah Minimum Regional. Idealnya, gaji yang diberikan organisasi di atas ketentuan pemerintah. Gaji memadai yang diterima oleh pekerja akan menimbulkan ketentraman dalam bekerja dan mereka tidak akan berperilaku macam-macam.
e).  Kompetitif
Penggajian yang dirancang hendaknya memperhatikan gaji yang dilakukan oleh organisasi lain dalam industri yang sama. Menentukan tarif yang lebih tinggi dari organisasi lain yang sejenis akan mampu menarik orang-orang yang berkualitas masuk ke dalam organisasi, yang pada gilirannya akan meningkatkan laju perkembangan organisasi.
 Pembayaran gaji dilakukan setiap satu bulan sekali dimana karyawan menerima gaji berdasarkan tingkat jabatan, golongan, dan kontribusinya bagi perusahaan. Pembayaran gaji yang merupakan wujud kompensasi langsung  diharapkan mampu mewujudkan usaha dalam mempertahankan dan memotivasi karyawan agar bersemangat dalam bekerja sehingga tujuan perusahaan tercapai.

2.6 Keadilan dan Kelayakan dalam Pemberian Kompensasi
A. Keadilan
Besarnya kompensasi yang dibayar kepada setiap karyawan harus disuaikan dengan prestasi kerja, jenis pekerjaan, resiko pekerjaan, tanggung jawab, jabatan pekerja, dan memenuhi persyaratan internal konsistensi.
Jadi adil bukan berarti setiap karyawan menerima kompensasi yang sama besarnya. Asas adil harus menjadi dasar penilaian, perlakuan, pemberian hadiah atau hukuman bagi setiap karyawan. Dengan asas adil akan tercipta suasana kerja sama yang baik, semangat kerja, disiplin, loyalitas, dan stabilisasi karyawan akan lebih baik.
B. Kelayakan
Kompensasi yang diterima karyawan dapat memenuhi kebutuhannya pada tingkat normatif yang ideal. Tolak ukur layak adalah relatif, penetapan besarnya kompensasi didasarkan atas batas upah minimal pemerintah dan eksternal konsistensi yang berlaku.
Manajer personalia diharuskan selalu memantau dan menyesuaikan kompensasi dengan eksternal konsistensi yang sedang berlaku. Hal ini penting supaya semangat kerja dan karyawan yang qualified tidak berhenti, tuntutan serikat buruh dikurangi, dan lain-lain.

2.7 Tantangan yang Dihadapi Dalam Menetapkan Kompensasi
Sebagian besar metode-metode untuk menetukan pembayaran harus bisa menetukan keputusan yang tepat ketika tantangan timbul. Implikasi ini lah yang menjadi alasan analisis membuat penyesuaian lebih lanjut untuk menentukan kompensasi.
a. Tujuan starategis
b. Tingkat upah berlaku
c. Kekuatan serikat pekerja
d. Pemerataan pembayaran
e. Penyesuaian dan strategi kompensasi
f. Kendala pemerintah
g. Tantangan kompensasi
h. Produktivitas dan biaya.

2.8 Evaluasi Jabatan
Adalah merupakan proses penentuan kepentingan/bobot relatif suatu jabatan dibanding jabatan lainnya.
Variabel-variabel yang dipertimbangkan dalam Evaluasi Jabatan:
1.      Keahlian (Skill): pendidikan,pelatihan dan pengalaman.
2.      Usaha (Effort): usaha fisik, usaha mental, penerimaan pengarahan, inisiatif.
3.      Tanggung Jawab (Responsibilities): administratif, keuangan, mesin/alat/bahan, kerjasama, pengawasan.
4.      Lingkungan Pekerjaan (Working Conditions): Lingkungan kerja, kemungkinan kecelakaan.
Prosedur Pelaksanaan :
1.      Penetapan jabatan-jabatan yang akan dinilai.
2.      Penentuan faktor-faktor jabatan.
3.      Perumusan faktor jabatan.
4.      Penentuan Derajat Faktor Jabatan.
5.      Penetapan Bobot Faktor Jabatan.
6.      Penetapan Bobot Derajat Jabatan.
7.      Penetapan Nilai Jabatan.
Beberapa macam teknik evaluasi jabatan.
1.      Metode ranking.
2.      Metode Classification/rating.
3.      Metode Point System.
4.      Metode Factor Comparison.
5.      Metode Profiling.
6.      Metode Survei Pasar (Market Rate System)
7.      Sebainya dipakai 2 metode/teknik untuk saling check hasil evaluasi jabatan. Misalnya: point system dengan market rate system.
Kegunaan Evaluasi Jabatan.
1.      Untuk menentukan urutan bobot/nilai jabatan-jabatan dalam perusahaan, sehingga dapat disusun struktur penggajian yang adil (berdasarkan nilai jabatan).
2.      Menjamin bahwa penilaian jabatan dilakukan secara obyektif.
3.      Sebagai dasar penentuan nilai jabatan yang mudah dimengerti dan dapat diterima oleh para karyawan

2.9 Pengupahan Insentif
Guna lebih mendorong produktivitas kerja yang lebih tinggi, banyak organisasi yang menganut sistem intensif sebagai bagian dari sistem imbalan yang berlaku bagi para karyawan organisasi. Sondang P. Siagian mengemukakan bahwa yang termasuk insentif adalah :
a. Piecework
Salah satu teknik yang lumrah digunakan untuk mendorong para karyawan meningkatkan produktivitas kerjanya adalah dengan jalan memberikan insentif financial berdasarkan jumlah hasil pekerjaan karyawan yang dinyatakan dalam unit produksi.
b. Bonus
Insentif dalam bentuk bonus diberikan pada karyawan yang mampu bekerja sedemikian rupa sehingga tingkat produksi yang baku terlampaui. Melampaui tingkat produksi itu dapat dalam salah satu dari tiga bentuk, Pertama berdasarkan jumlah unit produksi yang dihasilkan dalam satu kurun waktu tertentu. Kedua apabila terjadi penghematan waktu. Ketiga bonus yang diberikan berdasarkan perhitungan progresif. 

c. Komisi
Sistem insentif lain yang lumrah ditetapkan adalah pemberian komisi. Pada dasarnya ada dua bentuk sistem ini. Pertama, para karyawan memperoleh gaji pokok, tetapi penghasilannya dapat bertambah dengan bonus yang diterimanya karena keberhasilan melaksanakan tugas.
Kedua, karyawan memperoleh penghasilan semata-mata berupa komisi. Cara kedua ini paling sering ditetapkan bagi tenaga-tenaga penjualan di perusahaan-perusahaan tertentu seperti penjualan kendaraan bermotor.
d. Kurva "Kematangan"
Dalam organisasi yang memperkerjakan tenaga teknikal dan profesional ilmiah, sering terjadi bahwa para karyawan - terutama yang merupakan “pekerja otak” –tidak bergairah untuk menduduki jabatan administrative atau manajerial. Mereka ada kalanya lebih senang terus menekuni bidang profesinya.

Beberapa kesulitan dalam sistem penentuan insentif kerja menurut Heidjracjman Ranupandoyo dkk, yaitu sebagai berikut :
a.       Beberapa alat pengukur dari berbagai prestasi karyawan haruslah dapat dibuat secara tepat, bisa diterima dan wajar.
b.      Berbagai alat pengukur tersebut haruslah dihubungkan dengan tujuan perusahaan yang telah ditetapkan
c.       Data yang menyangkut berbagai prestasi haruslah dikumpulkan tiap hari, minggu atau, bulan.
d.      Standar yang ditetapkan haruslah mempunyai kadar atau tingkat kesulitan yang sama untuk setiap kelompok kerja.
e.       Gaji/upah total dari upah pokok plus bonus yang diterima, haruslah konsisten diantara berbagai kelompok pekerjaan yang menerima insentif, dan antara kelompok yang menerima insentif dan yang tidak menerima insentif.
f.       Standar prestasi haruslah disesuaikan secara periodik, dengan adanya perubahan dalam prosedur kerja.
g.      Berbagai reaksi karyawan terhadap sistem pengupahan insentif yang kita lakukan juga harus sudah diperkirakan.

2.10 Kompensasi Pelengkap

Kompensasi pelengkap merupakan salah satu bentuk pemberian kompensasi berupa penyediaan paket benefit dan program- program pelayanan karyawan, dengan maksud pokok untuk mempertahankan keberadaan karyawan sebagai anggota organisasi dalam jangka panjang. Kalau upah dan gaji merupakan kompensasi langsung karena langsung berkaitan dengan prestasi kerja, maka kompensasi pelengkap merupakan kompensasi tidak langsung berkaitan dengan prestasi kerja.
Dengan perkataan lain kompensasi pelengkap adalah upaya penciptaan kondisi dan lingkungan kerja yang menyenangkan dan tidak secara langsung berkaitan dengan prestasi kerja. Saat ini kompensasi pelengkap berkembang pesat terutama karena :
1. Perubahan sikap karyawan
2. Tuntutan serikat pakerja;
3.Persaingan yang memaksa perusahaan untuk menyediakan benefit yang menarik dan menjaga karyawannya,
4. Persyaratan- persyaratan yang ditetapkan pemerintah,
5. Tuntutan kenaikan biaya hidup.

Kompensasi pelengkap meliputi :
a. Tunjangan antara lain berbentuk :
1. Pensiun
2. Pesangon
3. TunjanganKesehatan
4. AsuransiKecelakaanKerja.

b. Pelayanan yang meliputi :
1. Majalah,
2. SaranaOlah Raga,
3. PerayaanHari Raya,
4. Program Sosial Lainnya

Dengan kata lain, jenis tunjangan dan pelayanan dapat dikelompokkan sebagai berikut :
1. Jaminan rasa aman karyawan (Employee Security) ,
2. Gaji dan upah yang dibayar pada saat karyawan tidak bekerja (Pay for time not worked),
3. Bonus dan penghargaan ( Bonuses and Rewards ),
4. Program Pelayanan ( Survices Program ).

Beberapa keuntungan atau manfaat yang didapat organisasi dengan pemberian kompensasi pelengkap kepada karyawannya diantaranya adalah :
1. Peningkatan semangat kerja dan kesetiaan,
2. Penurunan turn over karyawan dan absensi,
3. Pengurangan kelelahan,
4. Pengurangan pengaruh serikat buruh/pekerja,
5. Hubungan masyarakat yang lebih baik,
6. Pemuasan kebutuhan- kebutuhan karyawan,
7. Meminimalkan biaya kerja lembur,
8. Mengurangi kemungkinan intervensi pemerintah.

2.11 Keamanan dan Kesehatan Karyawan

Pembinaan kesehatan karyawan atau anggota organisasi merupakan suatu bentuk kompensasi non finansial yang sangat penting dalam organisasi. Keadaan aman dan sehat seorang karyawan / anggota organisasi tercermin dalam sikap individual dan aktivitas organisasi karyawan yang bersangkutan.
Makin baik kondisi keamanan dan kesehatan, makin positif sumbangan mereka bagi organisasi/perusahaan.Pada umumnya, perusahaan memperhatikan masalah keamanan dan kesehatan karyawan  justru untuk memungkinkan terciptanya kondisi kerja yang lebih baik.Hal ini penting sekali terutama bagi bagian-bagian organisasi yang memiliki resiko kecelakaan tinggi.

Biasanya tanggung jawab pembinaan keamanan dan kesehatan karyawan tersebut terletak pada manajer operasional perusahaan atau organisasi yang bersangkutan, antara lain meliputi :
1. Pemeliharaan peraturan-peraturan keamanan.
2. Standar kesehatan serta pencatatan dan pelaporan kecelakaan.
3. Pengaturan program-program kesehatan dankeamanan.
4. Pengaturan suhu udara dalam ruang kerja, ventilasi dan keberhasilan lingkungan
5. Program-program latihan keamanan bagi karyawan.
6. Pengaturan-pengaturan pencegahan kecelakaan kerja dan sebagainya.

Kesehatan karyawan yang dimaksud di sini adalah kesehatan jasmani dan rohani sedangkan keamanan adalah keadaan karyawan yang terbebas dari rasa takut dan bebas dari segala kemungkinan kecelakaan kerja.

Upaya memelihara keamanan dapat dilakukan dengan :
1. Menggunakan mesin yang dilengkapin dengan alat pengaman.
2. Menggunakan peralatan yang lebih baik.
3. Mengatur lay out pabrik dan penerangan yang sebaik mungkin.
4. Lantai-lantai, tangga-tangga dan lereng-lereng dijaga harus bebas dari air, minyak 
5. Melakukan pemeliharaan fasilitas pabrik secara baik
6 Menggunakan petunjuk-petunjuk dan peralatan-peralatan keamanan beserta larangan-larangan yang dianggap perlu.
7. Mendidik para karyawan  dalam hal keamanan.
8. Membentuk komite manajemen serikat pekerja untuk memecahkan masalah-masalah   keamanan dan sebagainya.


BAB III
PENUTUP
3.1        Kesimpulan

Dalam Organisasi manusia ditempatkan sebagai unsur yang sangat khusus karena manusia baru akan terdorong untuk bekerja dan meningkatkan produktivitasnya jika beragam kebutuhannya mulai dari kebutuhan fisik (seperti: makan, papan, pakaian), kebutuhan rasa aman, kebutuhan sosial, sampai dengan kebutuhan aktualisasi diri dapat terpenuhi dengan baik. Ada beberapa hal yang perlu diingat oleh organisasi dalam pemberian kompensasi. Pertama, kompensasi yang diberikan harus dapat dirasakan adil oleh pegawai. Kedua, besarnya kompensasi tidak jauh berbeda dengan yang diharapkan oleh pegawai. Apabila dua hal ini dapat dipenuhi, maka pegawai akan merasa puas. Kepuasan akan memicu pegawai untuk terus meningkatkan kinerjanya, sehingga tujuan organisasi maupun kebutuhan pegawai akan tercapai secara bersama. Untuk mencapai keadilan sebagaimana diharapkan oleh pegawainya, maka organisasi harus mempertimbangkan kondisi eksternal, kondisi internal dan kondisi individu. Kompensasi harus diusahakan sebanding dengan kondisi di luar organisasi. Kompensasi juga harus memperhatikan kondisi individu, sehingga tidak memberikan kompensasi dengan pertimbangan subyektif dan diskriminatif.



Referensi: